Pematang Reba (19/6/2019). AMAN INHU menghadiri rapat koordinasi (rakor) mediasi konflik tanah ulayat antara masyarakat Desa Sungai Akar dengan Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Desa Sungai Akar merupakan bagian dari Luak (wilayah adat) Ria Rantau Langsat di Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu yang berbatasan dengan kawasan TNBT.
Rakor ini diselenggarakan oleh Kesbangpol Indragiri Hulu yang bertempat di Lantai 4 ruang rapat Thamsir Rahman di komplek perkantoran bupati. Pemerintah daerah yang hadir dalam rakor ini adalah Kadis Pertanian, Kadis PUPR, Kadis Lingkungan Hidup, Kadis Pariwisata, Kadis Dukcapil, Kabag Hukum, Camat Batang Gangsal, Kepala Desa Sungai akar, Kepala Balai TNBT, serta perwakilan Dandim dan Polres Indragiri Hulu.
Kabangpol Indragiri Hulu, Bambang Suardi dalam sambutannya menyampaikan tujuan rakor ini untuk memediasi konflik tanah ulayat antara Desa Sungai Akar dengan pihak TNBT. Hal ini merupakan bentuk respon pemda INHU terhadap aspirasi masyarakat adat di Sungai Akar. “Kegiatan ini merupakan inisiasi Kesbangpol bersama Badan Intelegen Negara (BIN) yang menyangkut penyelesaian konflik di Kabupaten Indragiri Hulu”, Katanya.
Plt Setda Inhu, Dra. Eriana Wahyuningsih selaku pimpinan rapat menyampaikan bahwa pemda Inhu sudah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Tim Panitia Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Talang Mamak. Saat ini Tim sedang mengidentifikasi masyarakat hukum adat di lima kecamatan yaitu Batang Cenaku, Rakit Kulim, Seberida, Batang Gangsal dan Rengat Barat. Beliau meminta Ketua AMAN INHU, Gilung melaporkan kerjama dengan pihak kecamatan dalam proses identifikasi dan verifikasi data masyarakat adat Talang Mamak yang merupakan tahapan dalam pengakuan hak ulayat. Terkait dengan tapal batas, Eriana meminta penjelasan pihak TNBT terkait izin pemanfaatan serta batas-batas fisik kawasan yang menjadi permasalahan selama ini.
Lasmardi dari pihak TNBT mengatakan bahwa selama tidak ada konflik dengan masyarakat, kalaupun ada konflik tersebut bersifal personal terkait pemanfaat lahan didalam kawasan. Berdasarkar peraturan yang ada, dia menjelaskan bahwa zona inti tidak bisa dibuka besar-besaran karena bisa berakibat fatal, seperti longsor. Zona rimba bisa dimanfaatkan secara terbatas, dengan tidak menebang pohon yang dapat merusak rimba. Ada zona tradisional didalam kawasan yang mengakomodir pemanfaatan hasil hutan, seperti Damar dan Jerenang.
Menurut Azhari, Kepala Desa Sungai Akar, mengatakan bahwa selama ini tidak ada sosialisasi yang dilakukan pihak TNBT mengenai peraturan terkait zonasi taman nasional dan pemanfaatan hasil hutan didalam kawasan. Terkait batas dengan TNBT pihak pemerintahan desa mengaku selama ini tidak tahu.
“Resah tidak mengetahui yang mana hutan kawasan dan hutan produksi karena masalah undang – undang yang tidak paham. Yang kami tahu adalah sejarah nenek moyang kami”, kata Azhari.
Azhari meminta kepada pemerintah kabupaten agar masyarakat bisa memperoleh haknya atas wilayah adat, termasuk hutan adat dan/atau tanah ulayat, supaya konflik seperti ini tidak terulang lagi. Masyarakat selama ini takut memasuki kawasan hutan, yang sebenarnya merupakan wilayah adatnya.
Ketua AMAN INHU, Gilung mengatakan bahwa daerah yang diklaim TNBT sebagai kawasan hutan adalah permukiman penduduk. Memang selama ini tidak ada pemberitahuan dari pihak TNBT mengenai batas kawasan. Harus ada sosialisasi terkait penetapan batas kawasan TNBT, agar tidak ada masalah lagi kedepannya.
“Seharusnya pihak TNBT melakukan sosialisasi dan konsultasi dengan masyarakat adat yang ada disitu, sebelum meletakkan tapal batas. Jangan sampai disepelekan masyarakat adat disana”, tegas Gilung.
AMAN Inhu selama ini bekerja sama dengan Camat Batang Gangsal dalam mengidentifikasi wilayah adat Talang Mamak. Camat Batang Gangsal yang juga hadir dalam rakor ini mengatakan bahwa sudah melakukan pertemuan dengan komunitas Siambul, Usul, Talang Langkat dan Belimbing.
Penulis: Surya Mustika Sari, staff AMAN Inhu